ANALISIS YURIDIS PENERAPAN STATUS SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA (JUSTICE COLLABORATOR) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Nomor 48/Pid.Sus-Tpk/PN.Jkt.Pst)

Emanuel Basri, Anatomi Muliawan

Abstract


Abstract

One of the tactics so that a criminal case, especially a criminal act of corruption can be completed, is to cooperate with law enforcement, namely by being a witness to the perpetrators who work together or often known as the Justice Collaborator. The writing of this thesis will answer questions related to the Justice Collaborator arrangement, especially in Indonesia and how the judge's basic considerations in imposing a crime against the defendant who has been designated as a Justice Collaborator through his decision have been right according to law. In this study the authors used normative research methods. This research is descriptive analysis using a conceptual approach. The results of the analysis that the authors get is that the arrangement for granting Justice Collaborator status to the defendant is through a request submitted by the defendant to law enforcement which then will assess whether the person concerned deserves to be given the status of Justice Collaborator. In the practice of the Indonesian judiciary, judges in assessing whether a person is categorized as a Justice Collaborator by the public prosecutor is guided by the Circular Letter of the Supreme Court of the Republic of Indonesia (SEMA RI) Number 4 of 2011 concerning the Treatment of Criminal Acts Reporters (whistleblowers) and Witness Perpetrators who work the same (Justice Collaborator) in certain criminal cases. The defendant who has been decided as a Justice Collaborator has the right to receive protection in the form of granting leniency in criminal penalties as regulated in Article 10 Paragraph (2) of the Witness and Victim Protection Law

 

Keywords: Corruption, eyewithness,  Justice Collaborator

 

Abstrak

Salah satu siasat agar suatu kasus tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi dapat dituntaskan ialah dengan melaksanakan kerjasama dengan penegak hukum, yakni dengan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau sering dikenal dengan istilah Justice Collaborator. Penulisan skripsi ini akan menjawab persoalan terkait pengaturan Justice Collaborator khususnya di Indonesia serta bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang telah ditetapkan sebagai seorang Justice Collaborator melalui putusannya telah tepat menurut hukum. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan konseptual. Hasil analisis yang penulis dapatkan adalah pengaturan pemberian status Justice Collaborator kepada terdakwa ialah melalui permohonan yang disampaikan oleh terdakwa kepada penegak hukum yang selanjutnya penegak hukum akan menilai apakah yang bersangkutan layak untuk diberikan status Justice Collaborator. Dalam praktek peradilan Indonesia, hakim dalam menilai apakah seseorang yang oleh penuntut umum dalam tuntutannya dikategorikan sebagai Justice Collaborator berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA RI) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang bekerja sama (Justice Collaborator) didalam perkara Tindak Pidana Tertentu. Terdakwa yang telah diputus sebagai Justice Collaborator berhak mendapatkan perlindungan berupa pemberian keringanan penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 10 Ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban.

 

Kata Kunci : Korupsi, saksi, saksi pelaku yang bekerjasama


Full Text:

PDF

References


Daftar Pustaka

Arsyad, H. Jawade Hafidz. Korupsi Dalam Perpektif Han ( Hukum Administrasi Negara). Sinar Grafika, 2013.

Azwar, Syahrul. “Eksistensi Alat Bukti Dalam Pengendalian ( Studi Komparatif Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia ).” Jurnal Hukum Islam Dan Peradilan, 2018, pp. 219–33.

Bunga, Marten, et al. “Urgensi Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.” Law Reform, vol. 15, no. 1, 2019, p. 85, doi:10.14710/lr.v15i1.23356.

Daniel, Oleh, et al. “Perlindungan Hukum Terhadap (Justice Collaborator) Dalam Tindak Pidana Korupsi.” Jurnal Lex Privatum, vol. VIII, no. 4, 2020.

Derek, Briant. “Pelaku Tindak Pidana Korupsi Sebagai Justice Collaborator Menurut Hukum Pidana Di Indonesia.” Lex et Societatis, vol. V, no. 5, 2017, pp. 52–61.

Direktori Putusan Mahkamah Agung RI. Putusan Nomor 48/Pid. Sus- Tpk/2020/PN.Jkt.Pst Atas Nama H. Tommy Sumardi. 2020.

Eddyono, Supriyadi Widodo. “Prosspek Perlindungan Justice Collaborator Di Indonesia : Perbandingan Di Amerika Dan Eropa.” Jurnal Perlindungan Saksi, vol. 1, no. 1, 2011, p. 110.

Hafid, Zhulfiana Pratiwi. “Justice Collaborator Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Perlindungan Saksi Dan Korban.” Journal Al-Qadau, vol. 6, no. 1, 2019, pp. 83–90.

Ilyas, Amir, and Jupri. Justice Collaburator Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi. Edited by Damang Averroes, 1st ed., Genta, 2018.

Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. SEMA Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) Dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborators) Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. 2011.

Komisi Pemberatasan Korupsi. Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006.

Mamahit, Coby Elisabeth. “Kajian Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Saksi Pelaku Tindak Pidana Yang Bekerjasama (Justice Collaborator).” Journal Lex Crimen, vol. V, no. 6, 2016, pp. 1689–99.

Manulu, River Yohanes. “Justice Collaborator Dalam Tindak Pidana Korupsi.” Journal Lex Crimen, vol. IV, no. 1, 2015.

Martiman Prodjohamidjojo. Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001). 2nd ed., Mandar Maju, 2009.

Mauliddar, Nur. “Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Terkait Adanya Laporan Penerima Gratifikasi.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum, vol. 19, no. 1, 2017, pp. 155–73.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, et al. Peraturan Bersama Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Republik In. 2011.

Miguel, Daniel Juan, et al. “Perlindungan Hukum Terhadap (Justice Collaborator ) Dalam Tindak Pidana Korupsi.” Jurnal Lex Privatum, vol. VIII, no. 4, 2020.

Muhammad, Rusli. “Pengaturan Dan Urgensi Whistle Blower Dan Justice Collaborator Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, vol. 22, no. 2, 2015, pp. 203–22, doi:10.20885/iustum.vol22.iss2.art2.

Mulyadi, Lilik. Perlindungan Hukum WhistelBlower & Justice Collaborator Dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime. 1st ed., PT. Alumni, 2015.

Pasmatuti, Darda. “Perkembangan Pengertian Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Positif Di Indonesia.” Jurnal Ensiklopedia, vol. 1, no. 1, 2019, pp. 100–09.

Pertiwi, Esti Kanti, and Noor Rahmad. “Tinjauan Norma Hukum Justice Collaborator Dan Whistleblower Pada Tindak Pidana Korupsi.” Jurnal Perspektif, vol. 25, no. 2, 2020, pp. 92–106.

Sekretaris Negara Republik Indonesia. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN. 2001.

Waluyo, Bambang. “Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.” Jurnal Yuridis, vol. 1, no. 2, 2014, pp. 169–82.

Wijaya, Firman. Whistle Blower Dan Justice Collaborator. 1st ed., Penaku, 2012. Yolanda, Kadek, and Zara Octavany. “Whistleblower Dan Justice Collaborator Dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime Di Indonesia Pada.” Jurnal Ilmu Hukum, vol. 05, no. 2, 2016, pp. 1–5.

Yunus, Ahmad. “Penetapan Pelaku Tindak Pidana Korupsi Sebagai Justice Collaborator Dalam Praktek.” Simbur Cahaya, vol. 24, no. 2, 2017.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Lembaga Penerbitan Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No 9 Kebon Jeruk Jakarta 11510
Telp : 021 5674223 ext 266

email : [email protected]